BERITA MANOKWARI

KOMUNITAS PENA

Subscribe

Penutupan Lokalisasi “55” Maruni Dinilai Tidak Tepat

Diposting oleh Berita Manokwari on Minggu, 19 April 2009

Kasus Asusila dan Seks Bebas Bakal Menjamur di Perkotaan


Manokwari- Wacana penutupan lokalisasi 55 di Maruni mencuat lagi menjelang pembahasan rancangan peraturan daerah tentang penataan Manokwari sebagai kota Injil.
Bagi yang setuju, rencana ini dianggap ideal menyusul status Manokwari sebagai kota Injil. Asumsi lain, penutupan lokalisasi 55 adalah salah satu cara untuk menanggulangi penyebaran HIV/ AIDS.


Wacana ini juga mengemuka dalam rapat pengurus Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Manokwari yang digelar di kantor KPA, jalan Yos Sudarso, Jumat (17/4).

Pengurus KPA, Marice R.H secara tegas menolak rencana yang digelontorkan staf ahli Bupati Manokwari bidang hukum dan politik, Roberth Hammar itu. Menurutnya, penutupan lokalisasi akan berdampak kepada kaum muda dan masyarakat yang ada di dalam kota.

“Anak-anak perempuan kita akan menjadi korban seks bebas oleh orang-orang yang biasa jajan luar. Disamping itu peristiwa pemerkosaan ayah terhadap anak kandungnya seperti yang banyak terjadi akan bertambah. Mengapa? Karena mereka tidak memiliki tempat pelampiasan lagi,“ kata Marice yang juga Kepala Bina Mitra Satuan Polres Manokwari.

Terkait kekuatiran bahwa lokalisasi akan menjadi media penyebaran HIV/ AIDS, Marice menyebut, menutup lokalisasi pun takkan menyelesaikan masalah. Yang perlu diperhatikan dan ditegaskan adalah kewajiban pemakaian kondom.

Gus Sutakertya dari Family Health International menyampaikan pendapat senada. Baginya, keberadaan lokalisasi justru memberi kemudahan bagi KPA untuk mendeteksi perkembangan penyakit dan pengidap IMS serta HIV/AIDS.

“Lokalisasi 55 itu memudahkan kita mengetahui perkembangan penyakit IMS dan HIV/AIDS. Dan kalau ditutup, PSK akan berkeliaran karena tak terkoordinir. Lalu siapa yang jamin setelah 55 ditutup prostitusi tidak akan terjadi lagi?? Justru dikawatirkan prostitusi liar dan PSK jalanan bermunculan dan bertambah. Kita patut kuatir sebab ini merupakan gejala berbahaya,” ujarnya dengan mimik serius.

Wakil Ketua I KPA, Hendry Sembiring mengakui wacana penutupan lokalisasi 55 menguat menyusul rencana pembahasan raperda kota Injil. Wacana ini berkaitan dengan aspek moral. Artinya, keberadaan lokalisasi 55 akan bertentangan dengan status kota injil dan kota peradaban yang disandang daerah ini.

Meski demikian secara pribadi, Sembiring berpendapat bahwa lokalisasi 55 sebenarnya tidak bisa ditutup. Alasannya dari sisi kesehatan dan sosial praktek seks bebas akan pindah dan menjamur di wilayah perkotaan. Lagi pula secara kuantitatif penderita HIV/AIDS sedikit yang berstatus sebagai PSK.

“Pemahaman masyarakat bahwa HIV/AIDS datangnya dari lokalisasi tidak benar karena kenyataannya, penderita dari kalangan PSK lebih kecil dari ibu-ibu rumah tangga. Kita harus berfikir jernih, tidak sekedar melihat masalah itu hitam –putih,” ujarnya.

“Mesti diingat, jangan sampai usaha yang kita kerjakan selama ini dalam rangka pemberantasan HIV/AIDS sia-sia,” tambah sembiring yang juga Kepala Dinas Kesehatan Manokwari.

Satu-satunya peserta rapat yang mendukung penutupan lokalisasi 55 ini adalah Irma, utusan dari dinas pendidikan, pemuda dan olahraga.

Menurut dia, keberadaan lokalisasi secara terang-terangan melegalkan seks bebas. Ia juga menetang himbauan pemakaian kondom seks saat berhubungan badan seperti yang tertulis dalam berbagai brosur pencegahan penyakit HIV/AIDS.

“Pemakaian kondom hanya boleh diberlakukan bagi pasangan suami isteri, bukan bagi yang melakukan seks bebas. Untuk menghindarinya maka jalan yang harus ditempuh adalah penutupan lokalisasi. Karena menjadi biang keladi penyebaran HIV/AIDS,” nilainya. (cp/ney/che)

0 komentar: