“ Sepertinya mereka punya indera keenam, tahu mana pengunjung yang mau “belanja” dan yang sekedar cuci mata.”
Oleh Patrix Barumbun - Tandirerung
LOKALISASI 55 Maruni terletak di Distrik Manokwari Selatan, dan berjarak puluhan kilometer dari kota Manokwari. Meski jauh, Maruni mudah dijangkau dengan kendaraan bermotor. Aspal licin mulai terhampar dari Manokwari ke daerah ini sejak Manokwari menjadi ibukota Provinsi Papua Barat. Lalu lalang kendaraan di jalan utama pun lancar hingga saat ini.
Mengunjungi Maruni dari arah Manokwari boleh disebut wisata ringan. Dalam perjalanan kita bisa menyinggahi Telaga Wasti, Pantai Maruni, dan Telaga Maruni. Pada hari – hari libur, tiga tempat ini menjadi tujuan wisata warga kota Manokwari, meski pengunjungnya tak seramai Pantai Pasir Putih.
Saat penat berkendara, Pantai Maruni menjadi tempat persinggahan yang lumayan, terlebih saat hendak menempuh perjalanan panjang ke Arah Oransbari, atau Dataran Prafi.
Begitu nikmat istirahat di bawah naungan pohon rindang yang berjejer disepanjang jalan pantai Maruni. Apalagi saat memanjakan diri dengan tiupan angin laut. Setidaknya itulah yang Cahaya Papua rasakan saat hendak menuju ke kompleks lokalisasi 55, Jumat (15/5) lalu.
Hanya, rasa penat yang tadinya hilang, seketika muncul dan berubah menjadi kejengkelan. Pasalnya, (sepeda) motor yang dikendarai CP terantuk – antuk selama lima menit di atas jalan yang menghubungkan jalan utama menuju Oransbari dengan kompleks lokalisasi.
Jalanan ini hanya berupa hamparan pasir, kerikil dan pecahan batu kali tajam yang menyembul. Jika tak awas, pecahan batu – batu pasti memecah ban depan “motor dinas” CP yang memang sudah botak.
Pantas saja, anggota DPRD Manokwari, Jefferi Loman yang dikenal vokal dan suka turlap (turun lapangan.red) itu, “ribut” di koran gara – gara jalan ini.
Tiba di depan pos penjagaan kompleks lokalisasi Maruni 55, langit yang terhampar di atas kepala nyaris tak menyisakan awan, Biru. Matahari pun panas menyengat.
Perasaan penat bercampur jengkel itu mulai terobati saat mata menyapu bentang pegunungan Arfak yang tegak jauh di arah Selatan. Gumpalan awan nampak seperti kapas, menyelimuti bentang pegunungan itu. Hatipun lega, karena lokasi perburuan berita nyata di depan mata.
Jalan Panjang
Lokalisasi Maruni pada dasarnya sama dengan kompleks pemukiman warga lainnya. Yang membedakan adalah fungsi dan aktivitas manusia yang ada di dalamnya.
Ihwal keberadaan lokalisasi 55 tak terlepas dari geliat kota Manokwari di era 80- an yang saat itu berkembang menjadi kota pelabuhan. Di era itu, Manokwari menjadi daerah persinggahan menuju dan dari Jayapura, Ibukota Provinsi Irianjaya.
Praktek prostitusi ikut marak seiring dengan perkembangan kota. “Saat itu, pusat prostitusi di Manokwari adalah di daerah Jalan Bandung, Belakang Hotel Sederhana (kini Hotel Pusaka,red),”kenang Sutini, salah seorang pionir lokalisasi 55 Maruni, yang juga eks PSK di Jalan Bandung.
Dalam perkembangannya, praktek prostitusi yang berkembang pesat mulai dianggap bermasalah. Sepanjang tahun 1983-1984, pemkab dibantu aparat gencar melakukan razia bahkan menangkapi pramuria.
“Saya ditahan tahun delapan tiga dan baru keluar tahun delapan empat, beberapa teman juga ditangkap,” tuturnya lagi.
Dalam rentetan peristiwa itu, akhirnya pada tahun 1985 para pramuria diarahkan pemerintah untuk membuka praktek di daerah Maruni.
Bupati Manokwari saat itu, pernah mengeluarkan keputusan nomor 24/ BUP/ MKW/1986 tentang pembentukan tim penanggulangan/ rehabilitasi WTS, yang direvisi melalui keputusan bupati no 40 tahun 1988.
Dari keterangan Sutini, bisa disebut kalau latar belakang sejarah lokalisasi Maruni tak terlepas dari kekuatiran pemerintah saat itu, terhadap merebaknya prostitusi di Kota Manokwari. Mereka dilokalisir agar aktivitas prostitusi lebih terkontrol.
Selanjutnya, pemerintah mempersiapkan tanah seluas satu hektar yang kemudian dibeli oleh warga pemukim pertama di kawasan lokalisasi 55. “Kami buat rumah secara swadaya di atas tanah satu hektar itu, lantas berkembang seperti sekarang,” tutur ibu yang hidungnya mirip paruh burung kakaktua ini.
Punya Insting
Lupakan cerita ibu Sutini. Sekarang, kompleks ini terdiri dari puluhan rumah yang berjejer rapi dan telah berubah menjadi sebuah kampung yang dihuni 397 jiwa. Itu sudah termasuk PSK yang berjumlah 161 orang.
”Jumlah ini bisa saja bertambah sebab sering terjadi penambahan PSK terutama saat kapal Pelni merapat di Pelabuhan Manokwari,” sebut ketua RT IV Maruni, Fredy Lutlutur.
Di kompleks ini terdapat 32 wisma yang sebetulnya adalah rumah yang dibagi atas beberapa kamar. Wisma itulah yang berfungsi sebagai tempat prostitusi, atau media bisnis esek – esek. Beberapa pemilik wisma juga menjalankan usaha lain misalnya karaoke, kios warung dan sesekali, tempat bermain judi.
Nama – nama wisma pun unik dan banyak yang merujuk pada nama kembang misalnya, Melati Indah. Yang pasti, CP tak menemui wisma yang bernama, bunga bangkai. Pria yang masuk ke tempat ini, di mata para PSK adalah calon pelanggan.
Walau anda tak bermaksud “belanja”, tak perlu kaget atau marah saat mendapat sapaan menggoda dari para PSK. Misalnya, “ mas, singgah yuk” atau sekedar siulan ringan dan senyum, itu biasa, para PSK juga takkan memaksa anda.
Lagipula, sepertinya mereka punya indera keenam, tahu mana pengunjung yang mau belanja dan mana yang sekedar cuci mata.
Hampir semua PSK berdandan menor. Ada yang memakai celana ketat di atas lutut, baju tipis sampai – sampai (maaf) belahan payudaranya terlihat menyembul, ada yang berbaju ketat menonjolkan lekuk tubuh hingga berbaju setinggi perut dan terkesan pamer pusar. Mereka juga ber make up, memakai wangi – wangian. Namun ada juga yang tampil biasa – biasa saja.
Mereka duduk bergerombol di depan teras wisma, ada yang asyik mendengar lantunan lagu dangdut yang disetel tetangga dengan suara kencang, yang lain bermain kartu sembari menunggu pelanggan. Mata mereka pun awas memandangi setiap pengunjung.
Bagi yang tak biasa dengan dunia malam, pemandangan seperti ini pasti sedikit aneh dan membuat kikuk. Namun bagi yang terbiasa, apalagi mereka yang tinggal di kawasan sejenis, keanehan ini adalah sesuatu yang normal.
Beginilah cara PSK mengiklankan diri dan menjalani profesinya, , untuk menarik minat pelanggan, mereka berupaya sebahenol mungkin “Uang yang kami dapat dipakai untuk beli makan, setoran, dan dikirim ke kampung. Kalau lagi seret ya ngutang ke koperasi,”sebut seorang PSK.
CP juga sempat masuk ke dalam kamar seorang pramuria, yang enggan disebut namanya, ia hanya menyebut nama samaran. “Tulis Vera saja ya,” sebutnya kalem.
Dalam kamarnya, ada kasur yang tak terlalu tebal. Saat berbaring, CP begitu yakin dingin pasti menusuk dari lantai kamar dan terasa hingga tulang belakangnya. Seprey yang membalut kasur, bermotif kembang.
Di atas kasur inilah vera mempertaruhkan harga dirinya. CP menaksir mungkin puluhan, atau lebih dari seratus pria hidung belang yang pernah menidurinya di tempat ini, tanpa dasar cinta. “Saya pun tidak mau begini mas, tapi apa boleh buat cari kerja susah,” sebutnya.
Sementara itu, sebuah poster artis terpampang di dinding kamar. Aroma bunga mawar dari pengharum ruangan, menyeruak. Juga terlihat beberapa kondom eceran.
Kata Vera, seluruh pramuria di tempat ini wajib memakai kondom saat berhubungan badan. Ini dimaksud untuk mencegah HIV/ AIDS dan IMS (Infeksi menular seksual).
Ketidakadilan
Tak disangkal, keberadaan para PSK umumnya hanya dinalarkan menurut selera yang sempit. Tafsir ini dipengaruhi nalar feodalisme, melalui kehadiran gundik atau selir. Atau nalar ala tentara Nippon yang meniscayakan kehadiran Jugun Ianfu atau Geisha.
Dengan demikian, eksistensi PSK hanya dipandang sebagai mahluk pemuas nafsu dan penegas budaya patriarki. Padahal ihwal menjadi PSK, lebih banyak karena faktor ketidakadilan dan kemiskinan.
“Tidak ada satu manusia pun yang ingin jadi PSK. Atau menginginkan anaknya jadi PSK. Mereka begitu karena ketidak berdayaan ekonomi dan desakan sosial. Tuntutan ekonomi tinggi sementara lapangan kerja sempit. Faktor kekerasan, serta minimnya pengetahuan dan keterampilan, juga menjadi sebab utama,” urai Teguh dari Perkumpulan Terbatas Peduli Sehat (PTPS) kepada media ini.
Meningkatnya jumlah pekerja seks, pemakai jasa pekerja seks dan meluasnya praktek prostitusi, lanjutnya, merupakan tanggung jawab pemerintah. Teguh mengatakan, “mereka merupakan korban pembangunan.” ***
Kontributor
About me
Labels
- 5 SR (1)
- Abraham O. Atururi: Campaign? “I Do Everyday” (1)
- Arsuamon (1)
- B (1)
- Batasi Industri Besar Dalam Kawasan TNTC (1)
- BB-TNTC (1)
- BPK Focus ke Badan Keuangan (1)
- BPK RI Perwakilan Papua Barat (1)
- Bupati Fak-fak Berhetikan tujuh pegawai (1)
- Bupati Manokwari (1)
- C. (1)
- Caleg Ancam Tutup KPU (1)
- Caleg Cabut Pompa Air (1)
- DPRD Manokwari Kembalikan Delapan Raperda non APBD (1)
- Dua Warga Brawijaya Dihajar Oknum Polisi (1)
- Dua Warga Dibacok Orang Tak Dikenal (1)
- Enam Nelayan China Diamankan Patroli TNI AL (1)
- FORKLIP Minta KPU Transparan Soal DPT (1)
- Generasi Baru Obat Malaria Diperkenalkan (1)
- Hak Politik Narapidana (1)
- Hanura – Golkar Papua Barat Bentuk Tim Sukses JK-Win (1)
- HIV/ AIDS Sulit Dikontrol (1)
- Industri Ekstraktif (1)
- INFRASTRUKTUR (1)
- Insiden Merpati (1)
- Jalan – Jalan ke Lima – Lima (1)
- Kasus Penganiayaan Jurnalis (1)
- Kebudayaan dan Pariwisata (1)
- Kecewa (1)
- Kejaksaan Segera Limpahkan Kasus Block Grant 2006 (1)
- Kejaksaan Temukan Kejanggalan Anggaran Ujian Paket A (1)
- Kemarin (1)
- Konsolidasi Beringin Rapuh (1)
- KPUD Bantah “Sunat” Suara Killian (1)
- KPUD Sediakan Insentif Bagi PPDP (1)
- Lapas - Makar (1)
- Lokalisasi 55 Maruni (1)
- Lokalisasi Ditutup (1)
- Makanan mengandung lemak babi (1)
- Manokwari Diguncang Gempa 5 (1)
- Menduga Tercemar Oli (1)
- Opini Rencana Penutupan 55 - Maruni (1)
- PAN Papua Barat Tetap Dukung SBY – Budiono (1)
- Papua Barat Tak Lagi Eksport Bahan Mentah (1)
- Partai Lokal Papua (1)
- Pemprov Tak Terima PNS Pindahan (1)
- Penangkapan Nelayan China (1)
- Pengguna ARV Kurang Disiplin (1)
- Pengusaha Korea Minati Semen Maruni (1)
- Pileg 2009 (1)
- PILPRES 2009 (2)
- Politik (1)
- Puluhan Mami 55 Bertamu ke Dinas Sosial (1)
- Puluhan Perawat Puskesmas Warmare Datangi Kejaksaan (1)
- Pustu Terlantar di Saubeba (1)
- Ransiki Tegang (1)
- Raperda Kota Injil Dibahas Khusus (1)
- Relokasi Korban Gempa dan Kebakaran (1)
- Rencana Penutupan Lokalisasi 55 Maruni (1)
- Saat sumberdaya menjadi Kutukan (1)
- sopir angkot protes pungli (1)
- studi lingkungan masih diabaikan (1)
- Suara Jeblok (1)
- Suku Wamesa Usung Wacana Pembentukan Provinsi Nueva (1)
- Tapol (1)
- TELUK SAWAIBU (2)
- Tim Pemenang JK-WIN akan Dilantik Surya Paloh (1)
- Ujian Akhir Nasional (2)
- Warga Palang Bengkel di Obsi Borobudur (1)
Text
Webmaster : Duma T. Sanda
Fotografer : Pandu Aswara
Kontributor : Patrix (Pegunungan Arfak)
Duma (Kota)
Toyib (Wosi)
Ignasius Ariyanto (Daratan Prafi-Masni)
Dina (Kampus-kampus dan NGO)
Berita diblog ini selain bersumber dari reportase
jurnalis yang tergabung dalam Berita Manokwari,
dan Media-Media Lokal di Manokwari.
Situs Berita Manokwari dikelola secara swadaya
untuk membantu penyebaran informasi publik
di Manokwari dan sekitarnya.
Redaksi menerima artikel, berita, foto dan saran
dari pembaca yang terkait dengan pemberitaan.
Silahkan kirim
ke email, barumbuntandirerung@yahoo.com
Seluruh isi berita/artikel merupakan
tanggungjawab masing-masing penulis yang
berkontribusi di newsblog Berita Manokwari.
0 komentar: